Bukan Betawi Namanya kalau gak punya tradisi-tradisi unik. Salah satu tradisi tersebut ialah tradisi palang pintu sebagai salah satu adat pernikahan Betawi. Kira-kira apa saja ya adat yang dilakukan dalam tradisi palang pintu ini? Jangan-jangan hanya sekadar menghalangi calon pengantin pria ketika hendak bertemu calon pengantin Wanita? Eits, daripada makin bertanya-tanya, yuk langsung simak artikel berikut!
Sesuai dengan namanya, palang pintu merupakan tradisi untuk membuka pintu pernikahan atas norma adat yang berlaku di masyarakat setempat. Tradisi ini belum diketahui kapan muncul di tengah-tengah masyakat Betawi. Namun, sudah dilakukan sejak tokoh Betawi Si Pitung hendak mempersunting Aisyah, sang putri kesohor Betawi, Murtadho. Tradisi ini biasanya berisi laga pencak silat, adat pantun, hingga pe,bacaan Al-qur’an dan salawat.
Kembali ke cerita Si Pitung, untuk bisa mempersunting anaknya, Si Pitung dipinta untuk bisa membuka palang pintu alias membalas pantun dan beradu keterampilan silat ayah calon istrinya, yaitu Murtadho. Dalam kisahnya, Si Pitung berhasil membuat Murtadho tertunduk sehingga mendapat restu untuk menikahi Asiyah. Tradisi palang pintu ini pun dianggap pula sebagai penghalang untuk bisa mendapatkan restu dari orang tua mempelai wanita.
Dalam melakukan tradisi ini, biasanya membawa beberapa peralatan seperti kembang kelapa, golok sebagai alat atraksi silat, roti buaya dan tim rebana kecimpring untuk mengiringi acara. Nah, ini dia yang jadi ciri khas dari penikahan Betawi, yaitu ori buaya! Kenapa harus roti buaya, ya? Nah, jadi roti buaya digunakan sebagai seserahan kepada calon mempelai perempuan sebagai suatu tanda jika pihak pria siap menikah dan setia selamanya sama seperti filosofi buaya yang tidak akan menikah lagi meskipun pasangannya telah mati. Roti buaya juga dianggap sebagai simbol keberanian pihak pria dalam menghadapi berbagai permasalahan rumah tangga. Wah, ternyata unik banget filosofi dibalik seserahan roti buaya!
Selain barang dan makanan yang dibawa sebagai seserahan, yuk kita intip gimana sih kostum yang digunakan saat acara ini! Jadi, kostum yang digunakan tidak jauh berbeda dengan kostum pada acara perkawinan biasanya, yaitu memakai baju koko/sadariah dengan celana kolor panjang dan baju serong bagi beberapa orang palang pintu. Pokoknya, kalau liat kostum ini sudah pasti punyanya Betawi karena memang sudah jadi ciri khas sejak dulu.
Kegiatan yang dilakukan dalam tradisi ini pun memiliki makna masing-masing. Pertama, kegiatan adu silat yang diselenggarakan memiliki maksud agar sang mempelai pria sebagai kepala keluarga mampu mejaga dan melindungi keluarganya dari segala bahaya. Kedua, adu pantun bermakna bahwa sang mempelai pria nantinya mampu menghibur keluarganya agar tetap ceria dan Bahagia. Ketiga, pembacaan Al-Qur’an dan salawat memiliki makna bahwa pihak pria harus mampu menjadi imam yang baik bagi keluarga dalam menuntun anak dan istrinya menuju kebaikan. Wah, ternyata tiap kegiatan memiliki makna yang sangat berarti bagi kelangsungan keluarga yang akan menikah, sangat menarik ya teman-teman!
Tradisi ini selalu menjadi tradisi paling meriah dalam adat pernikahan Betawi. Tak hanya dapat mencapai tujuan dari masing-masing makna kegiatan di atas namun juga dapat mendekatkan hubungan antarkampung dan antarkeluarga. Dalam perkembangannya pun, Palang Pintu juga diselenggarakan dalam acara lain seperti acara penyambutan tamu, peresmian kantor, hingga pengiring tamu dalam suatu acara. Gimana nih, temen-temen, sudah terjawab belum rasa penasarannya? Jangan lupa untuk ikut melestraikan budaya ini supaya anak cucu kita nantinya bisa merasakan kemeriahan saat tradisi palang pintu ini berlangsung. Bagaimanapun Budaya Betawi tetep Budaya Kite!
Sumber gambar : incubator.wikimedia.org
Penulis : Shafa Aura